Halaman

Paket Latihan CPNS

Minggu, 16 September 2012

Hati dan Pikiran

Filsafat bisa didefinisikan apa saja, terserah, yang penting kita bisa menjelaskan kenapa mendefinisikan seperti itu.
Filsafat itu identik dengan bijaksana, kalau ditanyakan apakah filsafat itu bijak, sama saja dengan menanyakan apakah orang itu manusia.
Manusia itu tergoda untuk berlaku sombong, disadari maupun tidak disadari, sombong itu dosa pertama dan dosa yang paling besar, kalau orang mengaku Tuhan jelas dia telah tercampakkan dari hadapan Tuhan, hancur lebur hakikat dirinya, dua kata “aku” dan “Tuhan” itu tidak mungkin sama, tidak mungkin terpikirkan, apalagi terucap, jangankan mengaku Tuhan, ketika berdoa saja masih mengingat tentang diri maka itu adalah kesombongan yang luar biasa, doa yang khusyuk itu tidak lagi mengaku “aku”, karena mengaku itu masih memakai kesadaran dalam diri, masih menggunakan pikiran-pikiran, karena yang namanya berserah diri totalitas itu bahkan tidak terpikirkan lagi, bahkan kita tidak akan ingat dan tidak akan tersampaikan kepada orang lain, tidak mungkin lagi bercampur dengan urusan dunia.
Kita tidak bisa menjudge segala yang berhubungan dengan hati hanya dengan pemikiran dan mata, karena itu urusan dia dengan Tuhannya.
Bebaskan pikiranmu, keyakinanmu, imanmu kalau untuk diri sendiri, yang jadi masalah ketika engkau siar-siarkan apalagi mencari pengikut maka akan mengganggu stabilitas negara dan syiar agama secara keseluruhan. Dalam kebimbangan pikiran itulah akan dapat menemukan apa yang dicari.
Secara dewasa, pemahaman spiritualitas dan implementasi harus ditingkatkan, tidak bisa secara konvensional saja. Karena seiring dengan perkembangan alam pikiran manusia serta kebebasan berpikir, sehingga harus diimbangi dengan kematangan spiritual.
Filsafat itu kontradiksi, kontradiksinya berfilsafat itu beda dengan kontradiksinya matematika, kalau kontradiksinya matematika itu tidak konsisten, dan tidak konsisten dalam matematika itu namanya tautologi, apapun pasti benar, cuma dengan tautologi kita tidak akan mendapatkan apa-apa.
Dari filsafat, matematika itu dipertanyakan, dimungkinkan dia bukan sebagai ilmu, tetapi sebagai penalaran saja.
Kemudian, kontradiksinya filsafat itu adalah bukan identitas, kalau bukan identitas pasti kontradiksi, identitas itu contohnya diriku sama dengan diriku, tapi ternyata jika kita berfikir filsafat dalam sedalam-dalamnya dan luas seluas-luasnya maka A adalah A tidak akan pernah tercapai, karena A yang pertama beda dengan A yang kedua, sudah beda ruang dan waktu, contoh lain dalam filsafat itu 5 tidak sama dengan 5, karena 5 yang pertama diucapkan terlebih dulu sedangkan 5 yang kedua diucapkan kemudian, sehingga bagi manusia yang sudah mengerti filsafat maka tidak ada hukum identitas, karena hukum identitas hanya berlaku bagi Tuhan, karena 1 saja, semuanya 1 yaitu Tuhan identik dengan kekuasaannya, akhirnya di dunia ini semuanya kontradiksi.
Ada filsafat, ada ilmu filsafat, sama saja dengan pengetahuan, ada ilmu pengetahuan, bedanya kalau pengetahuan itu masih berserakan, kalau ilmu pengetahuan itu sudah well establish, cirinya, antara lain jelas metodenya, jelas metodologinya, jelas hakikatnya, jelas pendekatannya, dan jelas manfaat etik dan estetikanya. Demikian juga filsafat, filsafat dalam arti berfilsafat itu adalah pola pikir, tapi tidak semua olah pikir menjadi ilmu filsafat, walaupun ilmu filsafat didalamnya ada olah pikir.
Elegi difungsikan untuk memposisikan diri, termasuk memposisikan hubungan hati dan pikiran, agar bisa membedakan mana suara hati dan mana pemikiran semata.
Filsafat itu tergantung orangnya, tergantung orang yang berfilsafat, semua berhak untuk berfilsafat, karena filsafat itu olah pikir, setiap manusia berolah pikir kemudian dilanjutkan dengan refleksi, itu adalah filsafat yang sebenar-benarnya.
Berfilsafat itu bisa disadari ataupun tidak, contohnya ketika kita bertanya dengan didahului kata “mengapa”, sebetulnya kita telah berfilsafat. Bagi kebanyakan orang berfilsafat itu membahayakan, karena mempertanyakan segala hal, padahal sebetulnya berfilsafat itu ada dalam kehidupan sehari-hari, memang penyakitnya berfilsafat itu parsial, oleh karena itu ketika berfilsafat harus dalam forum tertentu yang tidak umum, agar komprehensif.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar