Bagaimana kita mempercayai adanya Nabi dan Rasul? Pertanyaan awal yang akan dibahas secara sudut pandang filsafat, dan pertanyaan memang awal dari ilmu. Mungkin ada sebagian kita yang mengatakan bahwa mempercayai Rasul melalui keyakinan, sejak kecil, ini dinamakan intuisi atau apriori. Ada juga yang mengatakan mempercayai Rasul melalui dokumen yang ada sekarang, seperti alquran, dan bukti-bukti sejarah lainnya, ini dinamakan aposteriori. Persoalannya sekarang adalah bagaimana mendalaminya? Abu Bakar Assiddiq mengatakan bahwa dalam tidurnya, dalam geraknya, dalam diamnya, beliau senantiasa selalu memandang wajah Rasulullah, inilah yang terjadi jika kita menggunakan mata hati kita untuk bisa memandang nur Muhammad saw. Dari Abu Bakar itulah para sahabat yang lain belajar mendalaminya, dan ini berkelanjutan sampai sekarang dimana di setiap kita punya guru spiritual masing-masing, baik itu pengajian-pengajian di kampung, maupun perkuliahan intensif.
Selasa, 04 Desember 2012
Sabtu, 24 November 2012
Identifikasi Masalah untuk Penelitian Pendidikan
Penelitian diperlukan dalam setiap jenjang pendidikan, terutama dalam pendidikan lanjutan maupun sebagai praktisi pendidikan. Melalui sebuah penelitian, terutama penelitian dalam bidang pendidikan maka kondisi pendidikan yang dianggap memerlukan perbaikan dapat ditemukan solusinya. Dalam penelitian pendidikan, dapat ditemukan hal-hal yang baru yang bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di negeri ini. Namun tidak semua permasalahan pendidikan yang ditemukan di lapangan bisa dengan mudah dapat diangkat dalam penelitian. Banyak faktor yang mempengaruhi sulitnya suatu masalah penelitian untuk dilakukan. Penelitian yang sistematis diawali dengan suatu persoalan. Dalam penelitian, perumusan masalah adalah aspek yang paling penting dalam pelaksanaan penelitian di berbagai bidang.
Jumat, 23 November 2012
Opera Sang Powernow
Apa yang terjadi jika pendidikan sudah kehilangan esensinya? Itu yang sempat terlintas di benak saya melihat fenomena yang terjadi sekarang. Ketika pendidikan sudah tidak lagi bertujuan untuk mengembangkan intuisi siswa, ketika ilmu yang dipelajari di sekolah hanya sebagai formalitas dan kegiatan rutinitas yang membosankan bagi siswa, dan ketika ujian nasional hanya bertujuan mencari nilai setinggi-tingginya dengan menggunakan “rumus cepat” tanpa bermakna apa-apa bagi diri siswa. Lalu apa atau siapa yang salah? Bukanlah mencari kesalahan disini untuk menyalahkan yang si bersalah, tapi untuk memperbaikinya agar pendidikan bisa membangun kemampuan terpendam siswa, agar mereka bebas memilih apa yang mereka minati tanpa merasa “dihantui” ujian nasional yang determinism.
Selasa, 13 November 2012
Cermin Pelangi
Penjawab : Rolina Amriyanti Ferita
(12709251048)
Penanya dan penanggap : Arifin
Riadi (12709251046)
Pertanyaan 1:
Bagaimana anda
memandang diri anda sendiri?
Jawaban 1:
Diri saya relatif
terhadap ruang dan waktu.
Tanggapan 1:
Tentunya semua
orang selalu berada dalam ruang dan waktu.
Senin, 01 Oktober 2012
Perjalanan Pikiran
Fourth Reflection
Asal mula adanya filsafat, adalah saat orang mulai memikirkan tentang segala hal, bukan tergantung pada keyakinan semata. Yang pada awalnya gempa bumi dianggap sebagai Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya, sekarang dianggap sebagai peristiwa alam yang terjadi secara kausalitas, dan lain-lain. Keadaan ini terjadi pada bangsa yunani, mengapa bukan di bangsa lain? Karena pada bangsa yunani lah tidak ada larangan untuk berpikir seradix-radixnya, dan juga para pemikir didukung penuh oleh pemerintah yang berkuasa pada masanya. Ini diawali oleh pencarian unsur induk (arche) dari segala sesuatu yang ada di alam semesta (kosmogonis), Thales (sekitar 600 SM) mengemukakan bahwa air adalah arche, sedangkan Anaximander (sekitar 600 – 540 SM) mengatakan bahwa arche adalah sesuatu “yang tidak terbatas”, dan Anaximenes (sekitar 585 – 525 SM) berpendapat bahwa arche itu adalah udara, lain halnya dengan Herakleitos (±500 SM) yang berpendapat arche itu adalah api, sedangkan Pythagoras (sekitar 500 SM) mengatakan bahwa arche itu bilangan.
Senin, 24 September 2012
Kacamata Pikiran
Ya, itulah dunia, itulah segala yang di bumi ini, di alam semesta ini, segala sesuatu yang namanya makhluk, mereka dilihat secara biasa merupakan hal biasa, tetapi setelah menggunakan kacamata pikiran malah jadi rumit dan kompleks. Kenapa? Tentu saja karena kacamata yang dipakai merupakan kacamata terjemah yang bersifat kontradiktif, selalu berkembang, kacamata yang membuat semua benar dan juga semua menjadi relatif, tetapi kacamata ini juga bisa menyesuaikan diri dengan si pemakai, seberapa dalam dia menggunakan kacamata tersebut untuk mengagumi sesuatu hal kecil, sehingga cukup dilihat dari kacamatanya saja kita bisa melihat berbagai jenis orang.
Minggu, 16 September 2012
Hati dan Pikiran
Filsafat bisa didefinisikan apa saja, terserah, yang penting kita bisa menjelaskan kenapa mendefinisikan seperti itu.
Filsafat itu identik dengan bijaksana, kalau ditanyakan apakah filsafat itu bijak, sama saja dengan menanyakan apakah orang itu manusia.
Manusia itu tergoda untuk berlaku sombong, disadari maupun tidak disadari, sombong itu dosa pertama dan dosa yang paling besar, kalau orang mengaku Tuhan jelas dia telah tercampakkan dari hadapan Tuhan, hancur lebur hakikat dirinya, dua kata “aku” dan “Tuhan” itu tidak mungkin sama, tidak mungkin terpikirkan, apalagi terucap, jangankan mengaku Tuhan, ketika berdoa saja masih mengingat tentang diri maka itu adalah kesombongan yang luar biasa, doa yang khusyuk itu tidak lagi mengaku “aku”, karena mengaku itu masih memakai kesadaran dalam diri, masih menggunakan pikiran-pikiran, karena yang namanya berserah diri totalitas itu bahkan tidak terpikirkan lagi, bahkan kita tidak akan ingat dan tidak akan tersampaikan kepada orang lain, tidak mungkin lagi bercampur dengan urusan dunia.
Senin, 10 September 2012
Filsafat: Sebuah Pendahuluan
Filsafat mengandung arti pola pikir, yaitu sebuah cara yang
dilakukan seseorang untuk menterjemahkan sesuatu berdasarkan pemikirannya agar
terbentuk sesuatu lain yang lebih mudah dimengerti.
Objek serta acuan filsafat mencakup
segala yang ada dan yang mungkin ada.
Metode filsafat yang digunakan adalah
terjemah dan menterjemahkan, sedangkan alatnya adalah bahasa analogi, yaitu hal
yang lebih kompleks dari sekedar kiasan.
Berfilsafat tidak perlu harus membahas
tentang yang besar, tetapi bisa dimulai dengan hal kecil dan sepele, karena
dari hal kecil itulah filsafat dimulai.
Langganan:
Postingan (Atom)