Halaman

Paket Latihan CPNS

Selasa, 08 Januari 2013

Memandang Wajah Rasulullah Melalui Kacamata Falsafah Spiritual



Makalah Dibuat Dalam Rangka Melengkapi Tugas-tugas Perkuliahan Filsafat Ilmu dari Prof. Dr. Marsigit M.A., Th 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat merupakan suatu pola pikir, yang bertujuan mengkaji secara mendalam dan mendasar tentang segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena cakupan filsafat itu sangat luas, sehingga tidaklah salah jika mengkaji sisi spiritual berdasarkan filsafat, tetapi harus dalam batasan yang wajar, karena mengingat ranah dari spiritual itu lebih luas daripada ranahnya filsafat sendiri, sehingga akan mungkin ada sesuatu dalam spiritual yang belum bisa dijelaskan secara filsafat. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri bahwa banyak dari kegiatan ibadahnya penulis sebagai muslim yang baru terlihat penjelasan ilmiah/logisnya, sebagai contoh kegiatan Sholat Lima Waktu. Di dalam sholat Isya, Subuh, dan Magrib, Imam sholat berjamaah disunatkan untuk menyaringkan suaranya untuk membaca surah Fatihah dan surah sunat lainnya dalam dua rakaat pertama, sedangkan dalam sholat Zuhur dan Ashar tidak demikian. Itu semua bukanlah sebuah anjuran tanpa alasan belaka, karena jika dikaji mendalam bahwa dalam waktu sholat isya, subuh, dan magrib itu berada di waktu malam atau bisa dikatakan waktu bagi kebanyakan orang cenderung istirahat, oleh karena itu anjuran menyaringkan suara imam agar semua yang ada di lingkungan mesjid atau musholla itu masih tetap semangat dalam menjalankan ibadah sholat wajibnya. Sedangkan untuk sholat zuhur dan ashar sendiri kebanyakan orang masih sibuk bekerja, sehingga tidak dimungkinkan untuk imam sholat menyaringkan suaranya. Contoh lain, penulis menemukan sebuah Elegi dari Prof. Dr. Marsigit tentang “Elegi Ritual Ikhlas, Memandang Wajah Rasulullah” yang di dalamnya mengupas secara jelas tentang bagaimana memandang wajah Rasulullah, dari segi pemikiran yang didukung referensi ilmiah, dan ini membuat penulis menjadi semakin ingin mengkaji secara mendalam tentang spiritual dari sudut pandang filsafat. Penulis meyakini bahwa spiritual sangat berkaitan erat dengan filsafat, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah “hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku sempurnakan pula bagimu nikmatku, dan Aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Almaidah: 5), yang mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang sempurna dari segi apapun, sehingga pastilah bisa dikaji secara mendalam tentang Islam tanpa takut ada yang bertentangan, bahkan dari segi filsafat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa wajah Rasulullah SAW sungguh merupakan wajah yang setiap muslim ingin memandangnya, karena siapa pun yang pernah melihatnya maka mendapat jaminan masuk Surga. Disinilah penulis ingin mengupas secara mendalam tentang Memandang Wajah Rasulullah melalui Kacamata Falsafah Spiritual.
1.2 Tujuan
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita tidak hanya mengerjakan apa yang dianjurkan dalam Islam, tetapi alangkah lebih baik lagi jika kita bisa mengetahui makna yang tersirat di dalam ibadah Islam itu sendiri, agar menjadi lebih bermakna dalam hidup. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam terkait “usaha” memandang wajah Rasulullah SAW dalam rangka pencarian maknanya. Di samping itu, makalah ini disusun untuk melengkapi tugas kuliah Filsafat Ilmu dari Prof. Dr. Marsigit selaku dosen pengampu mata kuliah tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam makalah ini tidak meluas dan bisa dikaji secara mendalam, maka diperlukan pembatasan masalah yaitu penggambaran wajah Rasulullah SAW berdasarkan pemikiran yang dalam (filsafat), dan “wajah” yang dimaksud dalam makalah ini adalah wajah dalam arti yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Larangan “Menggambar” Wajah Rasulullah SAW
Penulis memulai pembahasan tentang Wajah Rasulullah dengan “Larangan Menggambar/Melukis Wajah Rasulullah” agar tidak terjadi kesalahpahaman bagi pembaca tentang tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu menggambarkan wajah Rasulullah bukan secara fisik (asli, berbentuk) tetapi secara pemikiran (filsafat) agar kiranya dapat menambah Iman dan Islam kita semua, amin.
Berikut penulis nukilkan sebuah artikel oleh Noviyanto Aji (2012) dalam “Inilah Gambaran Wajah Nabi Muhammad SAW” sebagai prolog:
Manusia yang paling suci dan yang paling mulia ini menampakkan sifat-sifat yang luar biasa, bahkan semenjak masih kanak-kanak. Kendatipun masih dalam usia muda, beliau lemah lembut dan sabar, cinta akan kedamaian dan kesunyian. Dialah Muhammad. Nabi Muhammad SAW adalah penghulu segenap makhluk yang paling dicintai oleh Allah, yang paling mulia, rahmat bagi semesta alam, manusia yang paling suci dan penyempurna revolusi zaman.
Muhammad telah dipilih menjadi Rasul dan diuji oleh Tuhan, dibentuk dan disempurnakan, baru kemudian diutus untuk memperbaiki dan membangun suatu masyarakat manusia menurut kehendak Tuhan. baik lahir maupun batin.
Nabi adalah manusia yang paling sempurna, sebagaimana dikatakan dalam salah satu syair Arab sebagai “permata di antara bebatuan”. Karena itu, tidak seorang pun yang bisa melukiskan atau menggambarkan sosoknya karena kesucian dan kesempurnaannya. Keharaman menggambar wajah nabi SAW justru merupakan bukti otentik betapa Islam sangat menjaga ashalah (orisinalitas) sumber ajarannya.
Larangan melukis Nabi Muhammad SAW adalah keharusan menjaga kemurnian aqidah kaum muslimin. Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang sholih, yaitu Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh As.
Memang pada awal kejadian, lukisan tersebut hanya sekedar digunakan untuk mengenang kesholihan mereka dan belum disembah. Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat gambar-gambar tersebut, kemudian syaitan menggoda mereka agar menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.
Melukis Nabi Saw dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling anti dengan berhala. Dalam hadits Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung Putra Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rasul utusan-Nya.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhori). Itulah sebab utama kenapa umat Islam bersikeras melarang melukis Rasulullah, yaitu dalam rangka menjaga kemurnian aqidah tauhid.
Dengan tidak dilukisnya Rasulullah, maka tidak mungkin seseorang yang kafir atau fasiq mampu membuat gambaran wajah Rasulullah, karena hanya orang-orang yang benar imannya saja yang bisa melihat beliau. “Barangsiapa melihatku di dalam mimpinya, sesungguhnya dia benar-benar melihatku, karena syaitan tidak mungkin menyerupai bentukku.” (HR.Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud Ibnu Majah dan Ahmad). Bila demikian keadaannya maka tidak mungkin seorang fasiq apalagi kafir bisa tahu wajah Rasulullah. Andai mereka bermimpi suatu sosok manusia yang mengaku-aku sebagai Muhammad Saw maka dapat dipastikan bahwa sosok itu adalah syaitan. Karena meski tidak mungkin menyerupai bentuk Rasulullah, tetapi setan bisa saja mengaku-aku sebagai Rasulullah.
Lalu bagaimana kita mengetahui kalau sosok yang mengaku Rasulullah di dalam mimpi kita adalah benar-benar asli Rasulullah? Caranya mencocokkan dengan hadits-hadits syamail yang shohih, yaitu hadits-hadits yang bertutur tentang ciri-ciri Rasulullah.
Adapun karikatur yang digambar oleh orang-orang kafir dan munafiq dan bahkan difilmkan atau divisualkan (seperti yang dilakukan Sutradara Sam Bcile) adalah kebohongan, karena bagaimana mungkin mereka bisa menggambar wajah Rasulullah, sedangkan untuk melihatnya saja mereka tidak mungkin bisa.
Keharaman untuk menggambar Nabi Muhammad SAW dan juga nabi-nabi yang lain, oleh para ulama ditetapkan berdasarkan kemustahilan untuk memastikan bahwa gambar itu benar-benar yang sebenarnya. Mengingat tidak ada satu orang pun orang di dunia ini yang tahu wajah para nabi. Dan perbuatan berbohong atas apa yang dibawa kaum kafir terhadap nabi merupakan dosa yang amat serius. Ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu kedudukan di dalam neraka. “Siapa yang berbohong tentang aku secara sengaja, maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka”. (HR Bukhari Muslim).
Diriwayatkan, Rasulullah Saw bersama Abu Bakar RA, Amir bin Fahira dan seorang penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith bergegas meninggalkan Makkah menuju Madinah. Tanpa perbekalan yang memadai, Rasulullah berangkat menuju Madinah. Sebuah perjalanan yang tak mudah dan tak juga ringan. Di tengah perjalanan menuju kota Madinah, rombongan Rasulullah melewati sebuah kemah milik seorang wanita tua bernama UMMU MA’BAD di wilayah Qudaid–antara Makkah dan Madinah. Saat itu, Ummu Ma’bad sedang duduk di dekat kemahnya. Lantaran perbekalan yang minim, rombongan Rasulullah pun singgah ke kemah Ummu Ma’bad. Rasulullah dan sahabatnya ingin membeli daging dan kurma dari Ummu Ma’bad. Namun, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Saat itu, wilayah Qudaid sedang didera musim paceklik. Lalu Rasulullah melihat seekor kambing yang ada di dekat kemah Ummu Ma’bad. Rasulullah pun bertanya, “Kambing betina siapa ini wahai Ummu Ma’bad?” Ummu Ma’bad menjawab, “kambing betina tua yang sudah ditinggalkan oleh kambing jantan.” Rasulullah kembali bertanya, “Apakah ia masih mengeluarkan air susu?” Ummu Ma’bad menjawab, “Bahkan ia tak mengandung air susu sama sekali.” Lalu Rasulullah meminta izin, “Bolehkah aku memerah air susunya?” Ummu Ma’bad menjawab, “Jika engkau merasa bisa memerahnya, maka silahkan lakukan.” Nabi Muhammad SAW pun mengambil kambing tersebut dan tangannya mengusap kantong susunya dengan menyebut nama Allah dan mendo’akan Ummu Ma’bad pada kambingnya tersebut. Tiba-tiba kambing itu membuka kedua kakinya dan keluarlah air susu dengan derasnya. Kemudian Rasulullah meminta sebuah wadah yang besar lalu beliau memerasnya sehingga penuh. Beliau memberi minum kepada Ummu Ma’bad hingga ia puas, lalu beliau memberi minum rombongannya hingga mereka pun puas. Dan beliau adalah orang yang terakhir minum. Beliau kemudian memerah susu untuk kedua kalinya hingga wadah tersebut kembali penuh, lalu susu itu ditinggalkan di tempat Ummu Ma’bad dan beliau pun membai’atnya. Setelah itu rombongan pun berlalu. Tak lama, datanglah suami Ummu Ma’bad dengan menggiring kambing yang kurus kering, berjalan sempoyongan karena lemahnya. Setelah melihat susu, ia bertanya keheranan, “Dari mana air susu ini wahai Ummu Ma’bad? padahal kambing ini sudah lama tidak hamil dan kita pun tidak memiliki persediaan susu di rumah?” Ummu Ma’bad menjawab, “Demi Allah, bukan karena itu semua. Sesungguhnya seseorang yang penuh berkah telah melewati (rumah kita), sifatnya begini dan begitu.” Abu Ma’bad berkata, “Ceritakanlah kepadaku tentangnya wahai Ummu Ma’bad.” Ummu Ma’bad bertutur: “Aku melihat seorang yang tawadhu (rendah hati). Wajahnya bersinar berkilauan, baik budi pekertinya, dengan badannya yang tegap, indah dengan bentuk kepala yang pas sesuai bentuk tubuhnya. Ia adalah seorang yang berwajah sangat tampan. Matanya elok, hitam dan lebar, dengan alis dan bulu mata lebat nan halus. Suaranya bergema indah berwibawa, panjang lehernya ideal, jenggotnya tumbuh tebal dan sangat kontras lagi sesuai warna rambutnya yang rapi, rata pinggir-pinggirnya. Antara rambut dan jenggotnya bersambung rapi. Jika ia diam, nampaklah kewibawaannya. Jika ia berbicara nampaklah kehebatannya. Jika dilihat dari kejauhan, ia adalah orang yang paling bagus dan berwibawa. Jika dilihat dari dekat, ia adalah orang yang paling tampan, bicaranya gamblang, jelas, tidak banyak dan tidak pula sedikit. Nada bicaranya seperti untaian mutiara yang berguguran. Beliau berperawakan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Ia bagaikan sebuah dahan di antara dua dahan. Di antara ketiga orang itu, penampilannya paling bagus dan kedudukannya paling tinggi. Ia memiliki banyak teman yang mengelilinginya. Jika ia berbicara, maka yang lain pun mendengarkannya. Jika ia memerintah, maka mereka segera melaksanakannya. Ia adalah orang yang ditaati, tidak cemberut dan bicaranya tidak sembarangan.” Abu Ma’bad berkata, “Demi Allah, ia adalah seorang dari Quraisy yang sedang diperbincangkan di kalangan kami di kota Makkah. Aku ingin menjadi sahabatnya. Sungguh aku akan melakukannya jika aku bisa menemukan jalan untuk mendapatkannya.”
Sungguh terperinci wajah dan sifat Rasulullah yang dituturkan Ummu Ma’bad. Kisah Ummu Ma’bad sangat masyhur, diriwayatkan dari banyak jalan yang saling menguatkan satu dengan lainnya.
Sementara dari sahabat Ali ra diriwayatkan: “Beliau bukan orang yang terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek, orang yang perawakannya sedang-sedang, rambutnya tidak kaku dan tidak pula keriting, rambutnya lebat, tidak gemuk dan tidak kurus, wajahnya sedikit bulat, kedua matanya sangat hitam, bulu matanya panjang, persendian-persendiannya yang pokok besar, bahunya bidang, bulu dadanya lembut, tidak ada bulu-bulu di badan. Telapak tangan dan kakinya tebal, jika berjalan seakan-akan sedang berjalan di jalanan yang menurun, jika menoleh seluruh badannya ikut menoleh, di antara kedua bahunya ada cincin nubuwah, yaitu cincin para nabi, telapak tangannya yang terbagus, dadanya yang paling bidang, yang paling jujur bicaranya, yang paling memenuhi perlindungan, yang paling lembut perangainya, yang paling mulia pergaulannya, siapa pun yang tiba-tiba memandangnya tentu enggan kepadanya, siapa yang bergaul dengannya tentu akan mencintainya.” Kemudian Ali menambahkan, “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti beliau, sebelum maupun sesudahnya.”.
Mengapa lukisan wajah asli Rasulullah SAW tidak ada? Jawaban simpelnya adalah karena saat beliau masih hidup di bumi, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajah beliau, dan juga kamera foto belum ditemukan di sana.
Di sini kita bisa menganalisis bahwa Rasulullah SAW adalah seorang manusia biasa, dalam arti bukan Tuhan, sehingga beliau sangat melarang pengagungan terhadap beliau secara berlebihan karena akan mencederai aqidah Islam sendiri. Tidak ada yang bisa menggambarkan sosok Rasulullah secara visual dikarenakan akan membawa kepada penyembahan terhadap beliau, sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Isa AS. Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang paling sempurna, baik dari segi penampilan tubuh maupun akhlak beliau, sehingga tidak ada yang bisa menyamai beliau dari sisi penampilan tubuh, dan dapat kita jadikan landasan pekerti kita dari segi akhlak. Selain itu, penggambaran wujud Rasulullah SAW secara visual hanya akan menjadi hal yang mengada-ada, karena tidak ada seorang pun yang bisa menggambarkannya secara sempurna, sehingga jika ada yang melakukan itu maka hal tersebut hanyalah berasal dari khayalan semata.
2.2 Memandang Wajah Rasulullah SAW
Jika pada pembahasan sebelumnya wajah Rasulullah SAW tidak boleh digambarkan karena berbagai alasan, lalu salah satu cara kita memandang wajah Rasulullah adalah dengan berperilaku sebagaimana Rasulullah SAW, karena dengan begitu maka secara tidak langsung kita telah melihat Rasulullah melalui diri kita sendiri, diri kita merupakan cerminan dari Rasulullah SAW. Berikut beberapa sifat beliau yang dirangkum oleh DR. Yahya Ibrahim Yahya (2011) dalam “Siapakah Muhammad Ibn Abdullah …..?” dan termuat di dalam hadits:
Beliau agung dalam segala hal …..
agung dalam segala kesempatan dan tempat, agung dalam akhlaknya.
“Rasulullah Saw. tidak pemarah”.
“Rasulullah Saw. tidak pernah mengingkari janji”.
“Rasulullah Saw. tidak pernah mempersulit dirinya”.
“Rasulullah Saw. Tidak pernah berdusta”.
Sebelum di utus menjadi Nabi beliau sudah di kenal dengan kejujurannya, setelah beliau di utus Aisyah menyebutnya sebagai orang yang terpercaya dia mengatakan: “akhlak beliau adalah al Qur’an”. (HR. Imam Ahmad ,25302) sanadnya shahih dengan syarat Bukhary dan Muslim.
Agung dalam hal berpolitik, suatu hari beliau bersabda setelah perang khandaq, “hari ini kita memerangi mereka dan mereka tidak akan memerangi kita” (HR. Bukhary, 4109-4110).
Agung sifat ruhaniyahnya, beliau melakukan shalat sampai memar, bengkak kedua kakinya, kemudian beliau bersabda: “apakah aku bukan hamba yang bersyukur??”. (HR. Bukhary dan Muslim).
Agung ketika memaafkan musuh-musuhnya,” silahkan kalian pergi karena kalian bebas”, hadits ini di lemahkan oleh Syekh al Bany dalam kitabnya as Silsilatu dhaifah (silsilah hadits lemah) (1163).
Agung dalam menanamkan rasa optimis pada jiwa manusia,: “ Demi Allah, hal ini pasti akan tercapai seperti tercapainya siang dan malam, sehingga seorang wanita keluar dari rasa bingung seorang diri kerumahnya dan dia tidak merasa takut kecuali kepada Allah Swt”. (HR. Ahmad (16957) sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Agung atas keberaniannya, ketika beliau bersabda: “saya adalah seorang nabi dan bukan suatu kebohongan, saya cucu Abdul Muttalib”, pada perang Hunain”. (HR. Bukhary dan Muslim).
Agung dengan kemampuan beliau mengumpulkan manusia berada di sekitarnya, …….beliau mengetahui kemampuan yang dimiliki seorang manusia, beliau menempatkan setiap dari mereka yang sesuai dengan posisinya masing-masing.
Agung bersama para pemuda, beliau mengumpulkan para kaum muda sahabat-sahabat beliau dan mengadakan perlombaan memanah, beliau bersabda: “memanahlah wahai Bani ismail karena nenek moyang kalian adalah ahli dalam memanah, sedangkan saya bersama si fulan dan fulan melawan fulan dan fulan….maka senantiasa kelompok Rasulullah saw. Menyerang (memanah) sementara kelompok yang lain tidak menyerang, kemudian Rasulullah saw. Bertanya kepada mereka “ kepada kalian tidak menyerang”? lalu mereka menjawab: “ bagaimana kami bisa menyerang sementara anda ya Rasulullah bersama dengan mereka, lalu Rasulullah saw. Bersabda: “silahkan menyerang dan saya bersama dengan kalian semua”. (HR. Bukhary dan Muslim).
Agung di mata isteri beliau, kesaksian khadijah sebagai isteri beliau : “ sekali-kali tidak Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan engkau sedikitpun”.
Karena sifat Rasulullah yang sangat agung dalam segala hal kebaikan, maka dapatlah sekiranya kita menggeneralisasikan bahwa sifat beliau mewakili segala sifat kebaikan yang ada dan yang mungkin ada, sebagaimana dikatakan oleh DR. Yahya Ibrahim Yahya (2011) “Dengan sejarah Rasulullah saw. Seluruh umat secara universal dapat mengetahui akhlak dan etika-etika yang terpuji”. Lebih umum lagi bahwa Rasulullah saw. Adalah gambaran aplikasi nyata bagi agama Islam, bagaimana petunjuk beliau, perbuatannya, perintah dan larangannya (Yahya, 2011).
Cara lain untuk memandang wajah Rasulullah adalah dengan memandang dunia ini, yaitu bahwa adanya dunia ini menandakan adanya Rasulullah SAW, dan sekaligus menandakan adanya Allah SWT. Walaupun kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad selaku Rasulullah SAW merupakan Nabi dan Rasul akhir zaman, tetapi Nur beliau sudah ada diciptakan sebelum adanya Nabi Adam sendiri, bahkan sebelum adanya dunia ini, sebagaimana disebutkan oleh Arief Hamdani (2008) dalam “Dari Nur Muhammad SAW”:
Dari Nur Muhammad Allah menciptakan sebuah lampu jamrut hijau dari Cahaya, dan dilekatkan pada pohon itu melalui seuntai rantai cahaya. Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad s.a.w. di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia dengan Nama Paling Indah (Asma al-Husna).
Itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1,000 tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rahman (Maha Kasih), pandangan ar-Rahman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya. Tetesan keringat jatuh dari padanya, sebanyak yang jatuh itu menjadi nabi dan rasul, setiap tetes keringat beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang Nabi.
Mereka semua berkumpul di sekitar lampu di pohon itu, dan Azza wa Jala berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w., “Lihatlah ini sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.” Mematuhi perintah ini, dia memandangi mereka itu, dan ketika cahaya mata itu menyentuh menyinari objek itu, maka ruh para nabi itu sekonyong konyong tenggelam dalam Nur Muhammad s.a.w., dan mereka berteriak, “Ya Allah, siapa yang menyelimuti kami dengan cahaya?”
Allah menjawab mereka, “Ini adalah Cahaya dari Muhammad Kekasih Ku, dan kalau kamu akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kamu kehormatan berupa kenabian.” Dengan itu semua ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Allah berkata, “Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini,” dan mereka semua setuju.
Sebagaimana disebutkan di dalam al Quran yang Suci: Dan ketika Allah bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata,”Dan apakah kamu menerima beban Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata, ‘Benar kami setuju.’ Allah berkata, Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu diantara para saksi.’ (Ali Imran, 3:75-76)
Kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan Asma ul Husna lagi. Ketika dia sampai kepada Nama al-Qahhar, kepalanya mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al Qahhar itu, dan dari butiran keringat itu Allah menciptakan ruh para malaikat yang diberkati. Dari keringat pada mukanya, Allah menciptakan Singgasana dan Hadhirat Ilahiah, Kitab Induk dan Pena, matahari, rembulan dan bintang -bintang.
Dari keringat di dadanya Dia menciptakan para ulama, para syuhada dan para mutaqin. Dari keringat pada punggungnya dibuat lah Bayt-al-Ma’mur( rumah surgawi)
Kabatullah (Kaba), dan Bayt-al-Muqaddas (Haram Jerusalem) dan Rauda-i-Mutahhara (kuburan Nabi Suci s.a.w.di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini. Dari keringat pada alisnya dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya (the coccyx) dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung.
Dari keringat di kaki nya dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan semua apa-apa yang berada didalamnya.
Dari setiap tetes keringatlah ruh seorang beriman atau tak-beriman dibuat. Itulah sebabnya Nabi Suci s.a.w.disebut juga sebagai “Abu Arwah”, Ayah para Ruh. Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Muhammad s.a.w., berputar mengelilinginya dengan pepujian dan pengagungannya selama 1.000 tahun; kemudian Allah memerintahkan para ruh itu untuk memandang ruh Muhammad sallallahu alayhi wasalam. Para ruh mematuhi.
Dan cara lainnya yang merupakan cara tersulit karena harus mencakup cara pertama dan kedua di atas adalah bertemu Rasulullah SAW melalui mimpi. Dikatakan sulit karena untuk bisa bertemu dengan Rasulullah secara langsung melalui mimpi haruslah sudah berperilaku sebagaimana Rasulullah, dapat melihat perwujudan Rasulullah melalui alam semesta, serta senantiasa mengingat Rasulullah dalam segala keadaan, karena dengan mengingat beliaulah sejatinya kita menunjukkan betapa kita sangat merindukan beliau, dan ingin sekali bertemu beliau, tetapi yang perlu diwaspadai di sini terkait mimpi bertemu Rasulullah adalah bahwa syetan tidak mungkin bisa meniru sosok Rasulullah tetapi dapat mengaku sebagai Rasulullah, sehingga sosok yang kita temui di dalam mimpi tersebut perlu dicocokkan dengan hadits Syama’il yang merupakan istilah hadits tentang ciri fisik Rasulullah SAW, sebagaimana dikatakan oleh Tim Konsultasi Syariah (2011) terkait cara bertemu Rasulullah:
Pertama, seseorang yang melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya harus melihat beliau dengan ciri fisik yang hakiki bukan hanya penampakan cahaya atau sesosok laki-laki tua berjanggut putih dsb. yang demikian ini bukanlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Bisa jadi sosok tersebut adalah setan yang mengaku sebagai nabi, ia tampil dengan wujud yang bukan merupakan fisik nabi, tetapi sekedar pengakuan bohong saja.
Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, “Aku mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku pula di kala sadar. Setan tidak bisa menyerupai fisikku.” Ibnu Sirin mengatakan, “Kalau orang tersebut melihat nabi dalam rupa yang aslinya (pasti itu benar-benar nabi, karena setan tidak bisa menyerupainya pen.) (HR.Bukhari, no.6592 dan Muslim, no.2266)
Dahulu Muhammad bin Sirin (seorang tabi’n), apabila ada orang yang bercerita kepadanya bahwa dia melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia pun lekas bertanya, “Coba ceritakan sifat fisik yang engkau lihat itu padaku!” Apabila sifat fisik tersebut tidak pernah ia ketahui, maka ia katakana, “Engkau belum melihatnya.”
Imam Hakim meriwayatkan dari ‘Ashim bin Kulaib, dari ayahnya yang berdialog dengan Abu Hurairah, “Aku bercerita kepada Abu Hurairah bahwasanya aku telah melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi.” Abu Hurairah pun menanggapi, “Ceritakan padaku apa yang engkau lihat!” Aku jawab, “Kusebutkan cirri fisik Hasan bin Ali, kemudian aku serupakan dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.” Kata Abu Hurairah, “Engkau benar-benar melihat nabi.”
Kedua, orang yang melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya adalah orang-orang yang taat menjalankan agama dan istiqomah dengan ajaran-ajarannya.
Ketiga, orang yang melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang berpegang teguh dengan sunah. Ia adalah orang yang perhatian dengan ibadah-ibadah hariannya apakah sudah sesuai dengan sunah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau belum. Demikian juga dengan muamalahnya, ia seseorang yang terkenal dengan kebaikan akhlak, baik di kalangan keluarga ataupun di lingkungan sosial masyarakatnya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan terkait memandang wajah Rasulullah sebagai berikut:
1. Dilarang keras memvisualisasikan wajah/sosok Rasulullah SAW baik dalam bentuk lukisan, karikatur, pahatan kayu atau batu, kartun, dll karena dipertanyakan keabsahannya, tidak ada yang bisa menggambarkan dengan pasti bagaimana wajah beliau sehingga jika ada maka itu hanyalah khayalan dan dusta semata.
2. Setidaknya ada tiga cara memandang wajah Rasulullah, yaitu yang pertama melalui aplikasi sifat terpuji yang merupakan perwakilan dari Rasulullah SAW, yang kedua melalui alam semesta yang merupakan bukti otentik ada dan agungnya Rasulullah SAW, dan yang ketiga bertemu Rasulullah secara langsung melalui mimpi yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Noviyanto. 2012. Inilah Gambaran Wajah Nabi Muhammad SAW. http://sosok.kompasiana.com/2012/09/19/inilah-gambaran-wajah-nabi-muhammad-saw-494251.html (Diakses pada 22.10 WIB tanggal 5 Januari 2013).
Hamdani, Arief. 2008. Dari Nur Muhammad saw. http://manakib.wordpress.com/2008/03/13/dari-nur-muhammad-saw/ (Diakses pada 02.15 WIB tanggal 6 Januari 2013).
Marsigit, 2012. Elegi Ritual Ikhlas IV: Memandang Wajah Rasulullah. http://powermathematics.blogspot.com/2010/06/elegi-ritual-ikhlas-iv-memandang-wajah.html (Diakses pada 23.05 WIB tanggal 5 Januari 2013).
Tim Konsultasi Syariah. 2011. Cara Bertemu Nabi dalam Mimpi. http://www.konsultasisyariah.com/cara-bertemu-nabi-dalam-mimpi/#axzz2H8q0OQ79 (Diakses pada 5.20 WIB tanggal 6 Januari 2013).
Yahya, Ibrahim Yahya. 2011. Siapakah Muhammad Ibn Abdullah...?. http://forum.muslim-menjawab.com/2011/02/15/siapakah-muhammad-ibn-abdullah/#more-5000 (Diakses pada 22.25 WIB tanggal 5 Januari 2013).












































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar